Jumat, 21 Maret 2014

Ketika Cinta Berteduh



Langit kota Pekanbaru sore itu terlihat gelap, berbeda dengan hari biasanya yang cerah dengan pesona awan berwarna putih dan hantaran cuacanya yang panas. Terlihat dedaunan di pohon-pohon penghias ruas jalan itu melambai-lambai tertiup oleh angin. Burung-burung beterbangan dengan lincahnya, saling berkejaran dan sesekali hinggap pada seutas kabel listrik yang menjuntai. Burung-burung itu sangat bahagia. Sementara di jalanan terlihat sesak oleh kendaraan yang melintas dengan laju yang tidak teratur. Beberapa kendaraan berusaha mendahului kendaraan lainnya tanpa memperhatikan keselamatan diri dan orang lain. Sore itu sepertinya telah menyihir para pengguna jalan menjadi terburu-buru. Sudah tidak asing lagi jika jalanan kota pada sore hari menjadi ‘sempit’, karena banyak orang pada saat tersebut pulang dari bekerja dan melakukan aktifitas lainnya, ditambah lagi sore ini langit memperlihatkan wajah gelapnya, pertanda akan turun hujan. Perjalanan dari toko buku Gramedia menuju rumahnya masih memakan waktu yang cukup lama, sementara kecepatan sepeda motornya terhalang oleh padatnya kendaraan pengguna jalan. Daviq, nama lelaki itu, baru saja pulang mencari buku untuk keperluan kuliahnya dari sebuah toko buku yang terletak di jalan jendral Sudirman, sekitar 25 menit perjalanan menggunakan sepeda motor.
 “ Bisa kehujanan di jalan nih, “ Bisiknya dalam hati
Tidak berapa lama, rintik-rintik kecil air hujan mulai turun. Namun Daviq tetap mengendarai sepeda motornya. Dalam perjalanan yang diiringi rintik hujan itu ia tak lupa membaca doa “ Allahumma Shoyiban Nafi an ” Ia berdoa dalam hati, memohon agar hujan yang turun sore itu membawa keberkahan untuk kehidupan. Itulah doa yang diajarkan oleh makhluk termulia yang pernah ada, manusia dengan wajah nan rupawan, akhlak yang patut diteladani dan di idolakan, pribadi yang penuh santun dan manusia satu-satunya yang bergelar Al amin. Dialah nabi Muhammad SAW. Kesan keindahan selalu mengalir dalam diri beliau setiap kali mengingatnya.

Rintik hujan yang awalnya kecil, kini menjadi butiran-butiran air yang bergemuruh, deras dan lebat. Dalam beberapa menit saja semua yang terlihat oleh pandangan mata sudah basah. Padahal sudah beberapa minggu kota Pekanbaru tidak tersapa oleh kawanan hujan, namun sore ini berbeda. Air hujan dengan kelompok besar terlihat ingin bersilaturahim mengunjungi penduduk dan semua yang terhampar di negeri bertuah itu. Allah memang maha Kuasa, Ia dapat menurunkan hujan kapan saja Ia, walau di musim kemarau sekalipun. Melihat derasnya air yang turun, Daviq segera memasang matanya untuk melihat tempat yang dapat ia singgahi untuk berteduh. Beberapa tempat terlihat sudah terisi oleh pengguna jalan lain, ruko dan tenda-tenda kecil tempat orang berjualan juga terlihat penuh oleh orang yang berteduh. Ia melanjutkan perjalanan dengan laju motor yang lebih cepat. Namun hujan agaknya tidak mau kalah oleh kecepatan motornya, hujan semakin lebat. Sampai seketika ia melihat tempat yang dianggapnya bisa untuk berteduh, segera ia mengarahkan sepeda motornya.

“ Alhamdulillah…Akhirnya bisa neduh juga, “ bisiknya
Sebuah tempat kecil yang kelihatannya biasa digunakan untuk berjualan lontong atau mungkin juga makanan lain, namun sore itu tempat ini kosong. Tidak digunakan. Disanalah Daviq berteduh.
Tidak berapa lama setelah itu…
“ Permisi mas, mau numpang neduh..” Seorang perempuan cantik dengan kepala  tertutup jilbab . Sepertinya baru saja pulang kuliah. Ia menyapa Daviq yang memang lebih dulu di tempat itu. Suaranya yang halus dan lembut membuat Daviq seolah terbius dari dinginnya hujan.
“ O, iya silahkan..” Ia menjawab dengan perasaan belum sadar sepenuhnya. Ia bagaikan tengah berada di negeri dongeng. Ia merasa yang baru saja menyapanya adalah bidadari yang tertinggal oleh teman-teman bidadari lainnya setelah mandi, kemudian menghampirinya. Seperti yang terkisah dalam cerita Jaka Tarub, begitulah yang ia rasakan.
“ Astagfirullahal ‘Adzim…” Daviq beristighfar, sadar dari lamunannya. Sudah sekitar 15 menit ia dan seorang perempuan itu berada disana. Dan selama itu pula tidak ada percakapan yang terjadi selain diawal tadi. Daviq asyik memainkan Handphone nya dan sesekali melirik wajah perempuan yang terlihat anggun itu, dalam hatinya ia ingin berkenalan, namun niatnya tersebut langsung ia tepis. Perempuan yang terlihat anggun itu juga tengah khusyuk memperhatikan rintik hujan sambil tangannya memeluk tas yang ia bawa.
“ Subhanallah, indah banget ciptaan Allah yang satu ini…” Diam-diam Daviq mencuri pandang dan mengagumi kecantikannya.
Sementara hari sudah menunjukkan pukul 18.10 WIB. Artinya tidak lama lagi suara adzan akan berkumandang menyambut kedatangan sang malam. Namun hujan masih saja turun dengan lebatnya.
“ Allahu akbar, Allahu akbar…” Terdengar suara kumandang adzan maghrib dari mesjid di sekitar tempat ia berteduh. Daviq segera ingin pulang, namun hujan masih mengguyur lebat bagai jamaah shalat yang tertinggal berlarian menuju masjid. Padahal ia tak mau berlama-lama di tempat itu.

“ Mba, mau pulang sekarang? “ Ia bertanya pada perempuan tadi yang sedang berjalan ke arah sepeda motornya.
“ iya mas “
“ Nggak bawa mantel atau jacket? “
“ Nggak…”
“ Ini pakai jacket aku dulu aja mba, hujannya masih lebat nih..” Daviq menawarkan jacketnya, kemudian ia berikan kepada perempuan tadi. Ia kasihan pada perempuan itu jika harus pulang tanpa menggunakan jacket, sementara hujan masih mengguyur jalanan dengan derasnya.
“ Nanti mas nya gimana? “
“ Nggak apa-apa, pakai aja…”
“ Makasih ya mas ”
Daviq segera meninggalkan tempat itu, ia melaju dengan sepeda motornya. Air hujan yang membasahi sekujur tubuh tidak ia perdulikan, hingga akhirnya ia telah sampai di rumah.

“ Kehujanan, Viq ? “ Tanya seorang lelaki berpostur tinggi kurus itu ketika melihat Daviq memasuki rumah, Beno namanya. Ia teman Daviq di rumah itu.
“ Iya nih, tadinya aku udah berteduh di pinggiran jalan. Tapi sampe sekarang masih aja hujan. Akhirnya ya…terpaksa hujan-hujanan. “ Jawab Daviq sambil membuka kaosnya yang basah.
“ Sekali-kali Viq, udah lama nggak hujan-hujanan kan? Hahaha “ komentar Beno sambil tertawa. Sementara Daviq tidak lagi menjawabnya, ia langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan badan. Tidak berapa lama ia keluar dari kamar mandi dan kemudian melaksanakan shalat maghrib. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.55 WIB.
“ Udah hampir jam 07, gak papa lah. Darurat “
Shalat telah selesai didirikan. Daviq belum beranjak. Diatas sajadah berwarna biru itu ia merebahkan tubuhnya, berusaha mengurangi rasa letihnya. Sementara rintik-rintik hujan terdengar sangat lirih ditelinganya.

##
“ Viq, Viq…, bangun..” Beno mendekati Daviq. Membangunkannya. Namun Daviq terlihat tidur pulas. Beno mengulanginya lagi sampai beberapa kali.
“ Iya,, Hoaah…, jam berapa sekarang? “ Daviq bangun dari tidurnya. Mulutnya menguap.
“ Jam 09 “
“ Hah, jam 09?? perasaan tadi baru aja selesai shalat..”
“ ketiduran ya? Tidur kok diatas sajadah..”
“ Iya nih, capek banget aku hari ini. “ Daviq berusaha bangkit dari pembaringannya sambil tangannya menggaruk-garuk kepala.
“ Sudah shalat belum kamu ben? “ Tanya Daviq pada beno
“ Duluan aja lif, aku nanti aja “
“ Ah, kamu emang suka banget nunda-nunda shalat. Ayo shalat berjamaah aja ” Ajak Daviq sambil berlalu ke arah kamar mandi. Air yang mengucur dari kran begitu terasa dingin. Sejuknya menyusup hingga kedalam kalbunya. Setelah berwudhu, ia kembali mengajak Beno untuk shalat Isya berjamaah, namun Beno menolaknya dengan alasan tengah asik berkutat dengan laptopnya. Padahal kumandang adzan sudah berlalu hampir dua jam yang lalu. Allah memang maha pemurah, Ia selalu menerima hambanya kapanpun ia datang. Tak terbayangkan jika Allah menolak hambanya yang datang terlambat, seperti peraturan Pak Harman, dosen yang menolak mahasiswa masuk kelas jika terlambat, pastilah banyak orang yang dilemparkan dari muka bumi ini. Itulah Allah, maha pengasih lagi maha penyayang. Ia selalu menerima hambanya yang datang walau terlambat dan dalam keadaan kotor berselimut dosa sekalipun.
“ Assalamu’alaikum warahmatullah….” Daviq membaca salam, ia telah selesai melaksanakan shalat Isya. Kemudian kalimat tasbih dan doa tak lupa ia baca, sebelum akhirnya ia masuk ke kamar Beno.

“ Ngedit photo apaan, Ben? “
“ Biasa, photo ayank aku..hehehe, “ jawab beno sambil menunjukkan photo seorang gadis yang sedang dieditnya
“ Kau ini sibuk pacaran terus, Ben..”
“ Untuk masa depan bro, harus dipikirkan dari sekarang “
“ Masa depan kok cewek, skripsi tuh kerjain dulu, baru mikirin cewek “
“ Sambil menyelam minum air. Haha “ Jawab beno, matanya tetap fokus pada layar monitornya.
“ Gaya banget kau Ben. Eh, ngomong-ngomong tadi aku ketemu sama cewek cantik lho ben. Anggun banget ”
“ Dimana? “
“ Di tempat berteduh. Disana tadi cuma berdua “
“ Hah, serius? Siapa namanya, kuliah dimana?? “ Beno penasaran Panjang lebar Daviq menceritakan pertemuannya dengan perempuan yang ia temui itu. Beno menyesalkan karena Daviq tidak mengajak perempuan itu untuk berkenalan. Satu alasan Daviq, ia takut jatuh cinta. Daviq juga menceritakan nasib jacketnya yang entah kapan akan kembali. Padahal jacket tersebut belum lama ia beli. Mereka berdua sangat bersemangat membahas perempuan ‘misterius’ nan jelita itu.

Bersambung.....
Atrof Ardians
Share on :


Related post:


0 komentar:

Posting Komentar

Ingin berkomentar tapi gak punya blog? pilih "Anonymous" di 'kolom Beri Komentar Sebagai'. Komentar anda akan segera muncul.