BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara geografis, daerah Riau terdiri
dari wilayah daratan dan lautan yang cukup luas dengan dihiasi beribu-ribu
pulau. Kondisi wilayah yang demikian luas tidak seluruhnya dapat dijangkau
dengan mudah. Sebagian lokasi pemukiman penduduk berada di daerah terpencil
baik di pedalaman, aliran sungai, pantai-pantai maupun kepulauan dan
perbatasan. Dan pada daerah-daerah terpencil tersebut masih terdapat keturunan
melayu. Kata atau nama Melayu telah dikenal dalam rentang waktu yang cukup
lama. Kata atau nama Melayu telah disebut-sebut pada tahun 664/45 Masehi, dan
muncul pertama kali dalam catatan (buku tamu) kerajaan China.
Budaya Melayu banyak dipengaruhi
Agama Islam. Melayu juga diidentikan dengan Agama Islam. Yang disebut ‘orang
melayu’ adalah orang yang memeluk agama Islam, berbahasa Melayu dan beradat
istiadat Melayu; tidak ada orang Melayu yang tidak beragam Islam. Kebudayaan Melayu adalah bagian dari nilai keindahan yang
tertata apik dan tak lepas dari tuntunan nilai norma keislaman. Bentuk seni
yang berkembang terdiri dari ragam budaya yang dibedakan dari faktor
sosiologisnya. Kebudayan Melayu (yang juga berkembang di Riau) terdiri dari; 1)
Kebudayaan Melayu Bangsawan, 2) Kebudayaan Melayu Lokal/ Rakyat.
Kebudayaan Melayu Bangasawan
terbentuk dari hubungan sosial yang terjadi dalam lingkungan Bangsawan/Istana
Kemelayuan. Kebudayaan Melayu Lokal/ Rakyat terbentuk dari hubungan sosial yang
terjadi dalam lingkungan rakyat diluar wilayah istana. Bentuk-bentuk dari
Kebudayan Melayu Bangsawan dan Kebudayan Melayu Lokal/ Rakyat itu diwujudkan
dalam hubungan sosiologis masyarakat dalam kesatuan. Pola dari kedua
bentuk Kebudayaan Melayu tersebut menciptakan bentukan ciri pada masyarakat
pendukungnya masing-masing.
Garis besarnya adalah Kebudayaan
Melayu ada dalam ritus kehidupan masyarakatnya (lahir-hidup-kematian), ritual
keagamaan dan adat termasuk didalamnya tradisi nikah-kawin, dimana dalam
pandangan orang melayu hal ini terjadi tentu saja dari sentuhan
pandang-memandang, dari pandangan tersebut terus sampai ke hati (sanubari) yang
dalam psikologi sendiri dikenal dengan sebutan cinta, termasuk criteria apa
saja yang harus dipenuhi bagi masyarakat melayu daratan yang akan menimbulkan
rasa ketertarikan pada saat memilih pasangan hidupnya.
Tradisi nikah-kawin ini akan coba dibahas
pada studi ini, yakni bagaimana hubungan ketertarikan interpersonal dan cinta
pada masyarakat melayu daratan Riau menurut pandangan psikologi lintas budaya?
Bagaimana kebudayaan melayu daratan memandang hal tersebut? Serta apa saja proses-prosesnya
akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.
BAB II
KAJIAN TEORITS
A.
Psikologi Sosial
1.
Ketertarikan Interpersonal dan Cinta
Ketertarikan interpersonal mengacu
pada perasaan-perasaan positif terhadap orang lain dan merupakan salah satu
dimensi penting psikologi sosial. Ahli-ahli psikologi menggunakan istilah ini
secara longgar untuk mencakup berbagai pengalaman, termasuk rasa menyukai,
pertemanan, kekaguman, ketertarikan seksual, dan cinta.
Para psikolog meneliti perasaan cinta
membedakan passionate love (cinta roamantik), yang dicirikan oleh adanya emosi
keintiman yang kuat dan ketertarikan seksual yang tinggi, dengan companionate
love (cinta persahabatan), yang dicirikan oleh adanya afeksi, rasa percaya, dan
persaan tentram kala bersama orang yang dicintai (Hatfield dan Rapson, 1996).
Passionate love merupakan situasi saat seseorang mengalami hasrat yang sangat
kuat dan tidak bisa dijelaskan logika, “jatuh cinta pada pandangan pertama”,
serta merupakan tahap awal dari hubungan cinta. Passionate love dapat
menghilang, atau berevolusi menjadi companionate love.
2.
Teori kedekatan rasa cinta
Triangular Theory of Love adalah sebuah teori yang membahas makna, aspek dan jenis-jenis
cinta. Teori ini dikemukakan oleh Sternberg dalam jurnal Psychological Review
yang berjudul “A triangular theory of love” pada tahun 1986. Cinta, menurut
Teori Segitiga Sternberg, terdiri dari tiga aspek: keintiman, gairah, dan
komitmen. Cinta yang sempurna adalah cinta yang memenuhi dari ketiga aspek
tersebut. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing aspek.
a.
Gairah (passion)
cenderung terjadi pada awal hubungan, relatif cepat dan kemudian beralih pada
tingkat yang stabil sebagai hasil pembiasaan.
b.
Keintiman (intimacy)
relatif lebih lambat dan kemudian secara bertahap bermanifestasi sebagai
meningkatkan ikatan interpersonal. Perubahan keadaan dapat mengaktifkan
keintiman, yang dapat menyebabkan intimacy menurun atau justru semakin naik.
c.
Komitmen (commitment)
meningkat relatif lambat pada awalnya, kemudian berjalan cepat, dan secara
bertahap akan menetap. Ketika hubungan gagal, tingkat komitmen biasanya menurun
secara bertahap dan hilang.
Menurut Philip Shaver, dkk (1993),
para individu dewasa, sebagaimana bayi, dapat mengalami perasaan aman, cemas
atau menghindar dari keterikatan mereka.
Ada tiga gaya ikatan yang diadaptasi
dari Hazan dan Shaver (1994), yakni:
a.
Gaya mencari aman (secure
style), Pasangan hidup yang memiliki kelekatan yang aman, akan memiliki
perasaan aman: mereka jarang menunjukkan perilaku cemburu atau khawatir bahwa
mereka akan diabaikan oleh pasangannya. Seperti: saya merasa mudah membangun
hubungan akrab dengan orang lain dan saya merasa nyaman bergantung pada saya.
saya tidak merasa khawatir apabila diabaikan oleh orang lain, atau saat
seseorang menjadi terlalu dekat dengan saya.
b.
Gaya menghindar (avoidant
style), mereka yang cenderung menghindar akan sulit mempercayai oran lain dan
cenderung menghindar dari ketertarikan hubungan intim. Seperti: saya tidak
merasa terlalu nyaman untuk membangun hubungan dekat dengan seseorang; saya
mengalami kesulitan mempercayai orang lain sepenuhnya dan sulit mengizinkan
diri saya bergantung pada mereka.
c.
Gaya pencemas (anxious style),
mereka yang merasa cemas akan selalu berubah-ubah dalam menyikapi hubungan
berpasangannya, mereka ingin menjalin kedekatan, namun merasa khawatir akan
ditinggalkan oleh pasangan mereka. Orang lain akan mendiskripsikan merak
sebagai orang-orang yang clingy (menempel seperti benalu), yang menjelaskan alasan
mereka lebih sering merasa mendertia saat cinta mereka tak terbalas,
dibandingkan mereka yang memiliki rasa aman dalam hubungan berpasangannya.
Seperti: saya menemukan bahwa orang lain tidak ingin didekati seperti yang saya
inginkan. saya sering kali merasa khawatir bahawa pasangan saya tidak mencintai
saya dengan sungguh-sungguh dan tidak akan terus bersama saya.
Beberapa penelitian tentang
ketertarikan interpersonal dan cinta di Amerika telah menghasilkan beberapa
temuan menarik, terutama tentang faktor-faktor kunci yang berperan dalam
ketertarikan. Sayangnya dalam literature belum banyak penelitian lintas-budaya
tentang topik ini. Namun demikian, temuan-temuan dari beberapa gelintir
penelitian yang telah terpublikasi memunculkan petunjuk-petunjuk penting
tentang perbedaan cultural dalam ketertarikan dan cinta.
3.
Pengertian Melayu
Istilah melayu rupanya cukup banyak
ragamnya. Seorang cedikiawan Melayu bernama Burhanuddin Elhulaimy – yang juga
pernah menjadi Ketua Umum Partai Islam Tanah Melayu – dalam bukunya Asas
Falsafah Kebangsaan Melayu, yang terbit pertama kali pada tahun 1950, mencatat
beberapa istilah kata tersebut. Ada pendapat yang mengatakan kata melayu
berasal dari kata mala (yang berarti mula) dan yu (yang berarti negeri) seperti
dinisbahkan kepada kata Ganggayu yang berarti negeri Gangga. Kemudian kata
melayu dalam bahasa Tamil berarti tanah tinggi atau bukit, di sampaing kata
malay yang berarti hujan, ini bersesuaian dengan negeri-negeri orang Melayu
pada awalnya terletak pada perbukitan, seperti tersebut dalam sejarah melayu,
Bukit Siguntang Mahameru.
Istilah melayu baru dikenal sekitar
tahun 644 masehi, melalui tulisan Cina yang menyebutnya dengan kata Mo-lo-yeu.
Dalam tulisan itu disebutkan bahwa Mo-lo-yeu mengirimkan utusan ke Cina, membawa
barang hasil bumi untuk dipersembahkan kepada kaisar Cina. Jadi, melayu menjadi
nama sebuah kerajaan pada masa itu, dan banyak ahli menduga kerjaan itu berada
di Jambi sekarang (Hamidy, 1996:12).
Pemahaman tentang orang Melayu –
khususnya di Riau – tidak hanya bisa dilihat dari sudut antropologi fisik saja
atau Melayu sebagai konsep etnisitas. Namun, pemahaman yang berkembang dan
dipandang mampu menjelaskan identitas orang Melayu adalah dari sudut kebudayaan
(cultural). Dengan kata lain, melayu bukan hanya merupakan konsep etnisitas,
tetapi juga merupakan konsep budaya (cultural). Dari sudut ini, Melayu Riau
mendefenisikan kemelayuannya dengan beragama islam, berbudaya melayu, dan
berbahasa melayu. Ketiga ciri inilah yang memisahkan apakah seseorang dikatakan
Melayu atau non-Melayu. Setiap orang – tanpa memperhatikan asal sukunya bisa
mejadi melayu asal saja memenuhi criteria tersebut (Hasbullah, 2009:6-7).
4.
Pengertian Orang Melayu
Pengertian orang melayu dapat
dibedakan atas beberapa kategori ketentuan. Pertama, dapat dibedakan antara
Melayu tua (proto Melayu) dengan Melayu muda (detro Melayu).
Disebut Melayu Tua (proto Melayu) karena inilah gelombang perantau Melayu
pertama yang datang ke ke kepulauan Melayu ini. Leluhur Melayu tua ini
diperkirakan tiba oleh para ahli arkeologi dan sejarah sekitar tahun 3000-2500
sebelum Masehi. Adapun yang tergolong ke dalam keturunan Melayu tua (proto
Melayu) itu antara lain orang Talang Mamak, orang Sakai, dan Suku Laut.
Di bawah ini penjelasan tentang Melayu tua:
Di bawah ini penjelasan tentang Melayu tua:
a.
Keturunan Melayu Tua terkesan
amat tradisional, karena mereka amat teguh sekali memegang adat dan tradisinya.
b.
Kepala adat-istiadat seperti
Patih, Batin, dan Datuk Kaya, yang amat besar sekali peranannya dalam mengatur
lalu lintas kehidupan.
c.
Alam pikir yang masih sederhana
dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh faktor alam, telah menyebabkan
munculnya tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawang, dan kemantan. Para tokoh
ini diharapkan dapat membuat hubungan yang harmonis antara manusi dengan alam. Mereka
percaya, laut, tanjung, tanah, pohon, ikan, burung, dan binatang liar, dihuni
atau dikawal oleh makhluk halus, yang kemampuannya melebihi kemampuan manusia.
Adapun pembagian makhlus sebagai berikut:
1)
Jembalang adalah makhluk halus
yang menunggu tanah.
2)
Sikodi adalah makhluk halus
yang mengawal binatang dan burung.
3)
Mambang adalah makhluk halus
yang menghuni hutan belantara.
4)
Peri adalah makhluk halus yang
menampakkan dirinya sebagai perempuan cantik.
d.
Perkampungan puak Melayu tua
pada masa lalu jauh terpencil dari perkampungan Melayu muda. Ini mungkin
berlaku, karena mereka ingin menjadi kelestarian adat dan resam (tradisi)
mereka. Inilah sebabnya mereka juga pernah disebut suku masyarakat terasing,
sebab mereka masing terasing (terpisah) dari masyarakat kebanyakan, baik dalam
hal permukiman (tempat tinggal) maupun dalam budaya atau sektor kehidupan
lainnya. Keadaan ini menyebabkan mereka amat ketinggalan dalam bidang
pendidikan, sehingga kemajuan kehidupan mereka lambat sekali.
Selanjutnya yaitu Melayu muda (Deutro
Melayu), di bawah ini penjelasan tentang Melayu muda:
a.
Gelombang kedatangan nenek
moyang mereka diperkirakan tiba antara 300-250 tahun sebelum masehi.
b.
Lebih suka mendiami daerah
pantai yang ramai disinggahi perantau dan daerah aliran sungai-sungai besar yang
menjadi lalu lintas perdagangan.
c.
Bersifat lebih terbuka, sehingga mudah terjadi
nikah-kawin dengan puak atau suku lain, yang membuka pula kepada penyerapan
nilai-nilai budaya dari lua . Sebab itu sistem sosial dan sistem nilainya punya
potensi menghadapi perubahan ruang dan waktu, serta selera zaman.
d.
Pada mulanya, baik Melayu tua maupun Melayu
muda sama-sama memegang kepercayaan nenek moyang yang disebut Animisme (semua
benda punya roh) dan dinamisme (semua benda yang mempunyai semangat).
Kepercayaan ini kemudian semakin kental oleh kehadiran ajaran Hindu-budha.
Sebab antara kedua kepercayaan ini hampir tidak ada beda mendasar.
Keduanya sama-sama berakar pada alam pikiran leluhur,
yang kemudian mereka beri muatan mitos, sehingga bermuatan spiritual.
Adapun mengenai Melayu muda , paling kurang ada 6 macam:
Adapun mengenai Melayu muda , paling kurang ada 6 macam:
1.
Puak Melayu Riau-Lingga,
mendiami bekas kerajaan Riau-Lingga , yakni sebagian besar yakni sebigian besar
daerah kepulauan Riau, yang sekarang terdiri dari Kabupaten Kepulauan Riau,
Karimun, dan Natuna. Mereka sebagian telah nikah-kawin dengan perantau Bugis
dalam abad ke 18.
2.
Puak Melayu Siak, mendiami
bekas Kerajaan Siak, yang sebagian besar merupakan daerah aliran sungai siak.
Mereka sebagian nikah-kawin dengan keturunan arab, sehingga sebagian dari
Sultan Siak, keturunan Arab.
3.
Puak Melayu Kampar, mendiami
daerah aliran Batang Kampar. Mereka ada yang nikah-kawin dengan perantau Minang
kabau, dan ada pula dengan orang Jawa yang menjadi romusha Jepang.
4.
Puak Melayu Inderagiri,
mendiami daerah kerajaan inderagiri, yakni daerah aliran sungai inderagiri.
Mereka ada yang nikah-kawin dengan perantau Banjar dan juga keturunan Arab.
5.
Puak Melayu Rantau Kuantan,
mendiami daerah aliran Batang Kuantan yang telah masuk ke dalam Kabupaten
Kuantan Singingi.
6.
Puak Melayu Petalangan,
mendiami daerah belantara yang dilalui beberapa cabang (anak) sungai di daerah
Pangkalan Kuras. Sementara itu kehadiran Islam juga telah
menampilkan cendekiawan yang disebut ulama. Di Riau, untuk ulama itu sering
dipakai orang Siak, lebai, malin, tuan guru dan pakih. Dengan demikian Melayu
muda ini dipandu oleh para raja (sultan), ulama, pemangku adat dan tokoh
tradisi.
Semua orang terpadang ini sering pula disederhanakan
dengan istilah orang patut. Disebut demikian karena mereka dipandang patut atau
layak dalam bidang kahidupan yang dipimpinnya.
BAB III
METODE
- Subjek
Seperti yang dikatan di awal, bahwa subjek utama
penelitan ini adalah masyarakat melayu daratan indra giri hulu Riau, yang terdiri
dari beberapa tingkatan usia dari akan diambil dari beberapa kepala rumah
tangga yang baru menikah atau bahkan sudah berpengalaman dari suku tersebut,
atau bisa juga sepasang muda-mudi yang sudah siap untuk menikah. Sebanyak 2
orang subjek baik pria maupun wanita melayu daratan indra giri hulu, Riau.
- Materi Pengumpulan Data
Karena penelitian ini bersifat kualitatif maka metode
pengumpulan datanya berupa wawancara, dan melaui literature seperti: media
massa, jurnal penelitian, buku rujukan.
- Pedoman Wawancara
Wawancara yang dilakukan bersifat natulasitik, yakni
dilakukan dengan percakapan langsung dengan maksud tertentu. Wawancara
dilakukan dalam bentuk terstruktur dan tidak tersetruktur. Maksudnya dengan
menggunakan pedoman daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian
ditambah lagi dengan pertanyaan-pertanyaan baru yang tidak ada dalam daftar
pertanyaan tetapi masih relefan dengan masalah penelitian. Adapun
pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan adalah sebagai berikut:
a.
Bagaimana proses mereka saling
mengenal satu sama lainnya
b.
Apa saja criteria mereka
inginkan sehingga rasa ketertarikan itu muncul
c.
Arti cinta itu sendiri bagi
mereka
d.
Bagaimana tradisi nikah-kawin
dalam kebudayaan mereka
e.
Bagaimana cara mereka
mengungkapkan perasaan mereka kepada seseorang
BAB IV
HASIL
Dari hasil wawancara yang didapat, serta sumber-sumber
referensi baik melalui media massa maupun buku rujukan, secara umum bagaimana
proses sebenarnya kebudayaan masyarakat
melayu Riau daratan ketika ditanya
mengenai ketertarikan interpersonal dan cinta, adalah sebagai berikut:
- Mereka menyebutnya dengan tradisi nikah-kawin, dimana tradisi ini terjadi karena adanya sentuhan pendang memandang. Dalam hal ini besar kemungkinan bermula dari sentuhan pandangan antar lelaki (anak bujang) dengan perempuan (anak gadis). Selain itu juga bisa terjadi dari pandangan ibu-bapa atau kaum kerabat yang berminat untuk mencari jodoh anaknya. Proses ini disebut dengan merisik, proses selanjutnya disebut dengan merasi, kemudian dilanjutkan dengan melamar, meminang, kemudian bertunangan, dan terakhir sampailah pada proses perkawinan.
- Perkenalan bujang dengan gadis juga berlangsung dengan cara lelaki itu mendatangi rumah perempuan tersebut. Mereka menyebutnya bertandang. Pertemuan ini lebih disukai malam hari, selepas waktu isya. Dalam pertemuan tersebut pihak perempuan biasanya ditemani oleh ibunya atau kaum kerabatnya yang perempuan. Adapun hal yang dibicarakan biasanya mengenai masalah kehidupan sehari-hari, serta adanya tersisip bahasa sindirian antara satu dengan yang lain. Hingga akhirnya sampai kepada suka sama suka, yang kemudian dapat diikuti dengan proses peminangan.
3.
Arti cinta itu sendiri bagi
mereka adalah (subjek NN) mengatakan
bahwa “kalau saya mengartikannya lebih kepada rasa saling menyayangi dan
member. Karena, apapun yang kita lakukan, kita butuh orang lain untuk
melakukannya. Bisa dibilang kerjasama dan kekerabatan”. (subjek TD) mengatakan
bahwa “cinta itu suatu rasa sayang terhadap seseorang, tanpa melihat statusnya,
mampu menerima apa adanya.
4.
Ketertarikan interpersonal mereka
akan terjadi ketika criteria-kriteria berikut hampir terpenuhi, misalnya: agama
yang sama, baik dalam segi materi dan moril, pendidikan yang jelas, mapan dan
bertanggungjawab, sesuku atau dengan suku lain yang hampir mirip pembawaannya
dengan kebudayaan mereka (seperti suku jawa yang lembut pembawaannya), tahu
etika dan tatakrama.
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil studi yang telah didapat, ketertarikan
interpersonal dan cinta dalam kebudayaan melayu daratan, lebih diutamakan
kepada komitmen, tidak hanya sekadar adanya perasaan cinta pada umumnya, tetapi
juga kepada maksud atau tujuan apa yang harus mereka buat ke depannya terhadap
pasangan hidupnya nanti, tentunya tidak lepas dengan tradisi kebudayaan mereka,
banyak sekali proses adat-istiadat yang harus mereka jalani ketika hendak
mencari pasangan hidup mereka, karakteristik-karakteristik yang harus dipenuhi
dan sesuai dengan kebiasaan mereka.
Melayu sangat kuat akan nilai-nilai keislamannya,
terutama untuk menghindari adanya zina. Oleh karena itu, bila seorang anak
bujang memberitahukan gadis pujaannya kepada ibu-bapanya atau ibu-bapa maupun
kaum kerabat memandang ada seorang anak gadis yang patut menjadi jodoh anaknya,
maka pihak keluarga lelaki mulailah melakukan semacam kegiatan yang bernama
merisik yang biasanya dilakukan oleh pihak lelaki kepada pihak anak gadis,
selanjutnya keturunan pihak perempuan disiasati pula, untuk mengetahui
sifat-sifat buruk yang nanti bisa menjadi bala (celaka) bagi pasangan itu
kemudian hari.
Setelah merisik, kegiatan selanjutnya adalah merasi,
kegiatan ini sudah sangat jarang dilakukan dalam masyarakat Melayu. Tujuan
merasi ini adalah untuk memastikan apakah pasangan yang hendak dijodohkan itu
sebenarnya cocok atau tidak. Artinya merasi adalah kegiatan meramal atau
menilik keserasian antara pasangan yang hendak dijodohkan. Melamar, maksud dari
kegiatan melamar adalanya menanyakan persetujuan dari pihak calon pengantin
perempuan sebelum dilangsungkannya acara meminang, artinya meskipun pihak calon
laki-laki telah merisik dan meninjau latar belakang perempuan yang akan
dinikahi, namun dalam tahap melamar jawaban yang akan diterima darinya masih
belum bisa dipastikan. Setelah adanya keputusan dari kedua pihak, maka tahap
selanjutnya adalah meminang, kemudian bertunangan (yang biasanya antara 3
sampai 6 bulan dan jarang yang lebih dari setahun, sebab takut terjadi sesuatu
yang dapat menggagalkan nikah-kawin), dan tahap yang terakhir adalah tahap
perkawinan.
Selesai acara perkawinan, resmilah mereka menjadi sepasang
suami-istri, pasangan ini sering disebut dengan pengantin baru. Tapi ada juga
yang menyebutnya dengan orang jolong, maksudnya orang baru sama baru
berumahtangga. Mereka biasanya tinggal di rumah ibu-bapa pihak perempuan. Jika
anak perempuan itu merupakan anak perempuan yang bungsu, maka rumah itu sering
menjadi milikinya. Kalau tidak demikian, setelah mereka mampu mereka akan
membuat rumah sendiri, mungkin dekat rumah ibu-bapanya atau sedikit terpisah
dari tempat lain.
Dengan cara inilah budaya melayu melakukan tradisi
nikah-kawin, atau proses perkenalan antara pria dan wanita (yang bukan muhrim)
sama-sama memiliki perasaan, yang
disatukan dalam sebuah ikatan resmi yang halal tentunya, dan jauh dari
perbuatan zina. Budaya melayu sangat menentang yang namanya zina, jika zina itu
dilakukan oleh pasangan anak muda seperti bujang gadis, maka Batin akan memaksa
mereka supaya kawin. Perbuatan zina juga bisa menyebabkan putusnya pertunangan
bahkan juga perceraian suami-isteri. Ketika ada yang melakukan zina, akan
diberi sanksi yang setimpal.
Pada suku talang mamak sendiri melakukan hukuman lukah
buring kepada pasangan pezina itu. Mereka dimasukkan ke dalam lukah, lalu
dibuang ke sungai. Kalau mereka bisa memutuskan jaringan lukah dengan bekal
pisau seraut maka hiduplah mereka. Tapi kebanyakan dari mereka adalah mati
keduanya. Dalam adat melayu menentukan lagi bahwa seorang lelaki yang meminta
air kepada seorang perempuan yang tidak ada muhrim di rumahnya, lelaki itu
hanya boleh menaiki rumah untuk mengambil air tersebut, sampai anak tangga yang
ke tiga.
BAB VI
KESIMPULAN
Ketertarikan interpersonal mengacu pada
perasaan-perasaan positif terhadap orang lain dan merupakan salah satu dimensi
penting psikologi sosial. Ahli-ahli psikologi menggunakan istilah ini secara
longgar untuk mencakup berbagai pengalaman, termasuk rasa menyukai, pertemanan,
kekaguman, ketertarikan seksual, dan cinta.
Ketika dihubungkan dengan suatu kebudayaan hal ini
menjadi menarik, karena disetiap budaya itu punya tradisi dan tatacaranya tersendiri
dalam mengaplikasikan cinta dalam kehidupan mereka, serta ketertarikan
interpersonal yang terjalin anatara pria dan wanita yang pastinya sangat
berbeda. Salah satunya adalah budaya Melayu, melayu banyak dipengaruhi Agama
Islam. Melayu juga diidentikan dengan Agama Islam. Yang disebut ‘orang melayu’
adalah orang yang memeluk agama Islam, berbahasa Melayu dan beradat istiadat
Melayu; tidak ada orang Melayu yang tidak beragam Islam. Kebudayaan Melayu
adalah bagian dari nilai keindahan yang tertata apik dan tak lepas dari
tuntunan nilai norma keislaman.
Nikah-Kawin terjadi tentu saja berawal dari sentuhan
pendang memandang. Dalam hal ini besar kemungkinan bermula dari sentuhan
pandangan antar lelaki (anak bujang) dengan perempuan (anak gadis). Tapi juga
bisa terjadi dari pandangan ibu-bapa atau kaum kerabat yang berminat untuk
mencari jodoh anaknya. Bila seorang anak bujang memberitahukan gadis pujaannya
kepada ibu-bapanya atau ibu-bapa maupun kaum kerabat memandang ada seorang anak
gadis yang patut menjadi jodoh anaknya, maka pihak keluarga lelaki mulailah
melakukan semacam kegiatan yang bernama merisik.
Pada masa ini kebanyakan perkahwinan dan
pembentukan keluarga adalah atas dasar cinta romantis. Perkembangan sistem
pendidikan moden dan proses perbandaran menyebabkan muda mudi Melayu bebas
mencari jodoh sendiri. Campur tangan ibu bapa, agak minim, kalau ada pun dalam
urusan peminangan dan perkahwinan sahaja yang dilakukan mengikut ketetapan
adat. Oleh kerana bebas mencari jodoh sendiri, faktor‑faktor seperti ikatan
kekeluargaan, latar belakang keluarga, kedudukan ekonomi dan taraf sosial
keluarga, kawasan kediaman dan negeri, agama dan lain‑lain bukan lagi menjadi
pertimbangan utama dalam pemilihan jodoh.
DAFTAR PUSTAKA
Hamidy, UU, 2002. Riau
Doloe-Kini dan Bayangan Masa Depan. Pekanbaru: UIR Press.
Wade, Carole,dkk, 2007. Psikologi.
Jakarta: Erlangga.
Matsumoto, David, 2000. Pengantar
Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasbullah, 2009. Tamadun
Melayu. Riau: Yayasan Pusaka Riau.
Atrof Ardians, Psikologi UIN Suska Riau
0 komentar:
Posting Komentar
Ingin berkomentar tapi gak punya blog? pilih "Anonymous" di 'kolom Beri Komentar Sebagai'. Komentar anda akan segera muncul.