Senin, 09 Maret 2015

Makalah Ketertarikan Interpersonal dan Cinta Pada Suku Melayu Daratan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara geografis, daerah Riau terdiri dari wilayah daratan dan lautan yang cukup luas dengan dihiasi beribu-ribu pulau. Kondisi wilayah yang demikian luas tidak seluruhnya dapat dijangkau dengan mudah. Sebagian lokasi pemukiman penduduk berada di daerah terpencil baik di pedalaman, aliran sungai, pantai-pantai maupun kepulauan dan perbatasan. Dan pada daerah-daerah terpencil tersebut masih terdapat keturunan melayu. Kata atau nama Melayu telah dikenal dalam rentang waktu yang cukup lama. Kata atau nama Melayu telah disebut-sebut pada tahun 664/45 Masehi, dan muncul pertama kali dalam catatan (buku tamu) kerajaan China.
Budaya Melayu banyak dipengaruhi Agama Islam. Melayu juga diidentikan dengan Agama Islam. Yang disebut ‘orang melayu’ adalah orang yang memeluk agama Islam, berbahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu; tidak ada orang Melayu yang tidak beragam Islam. Kebudayaan Melayu adalah bagian dari nilai keindahan yang tertata apik dan tak lepas dari tuntunan nilai norma keislaman. Bentuk seni yang berkembang terdiri dari ragam budaya yang dibedakan dari faktor sosiologisnya. Kebudayan Melayu (yang juga berkembang di Riau) terdiri dari; 1) Kebudayaan Melayu Bangsawan, 2) Kebudayaan Melayu Lokal/ Rakyat.
Kebudayaan Melayu Bangasawan terbentuk dari hubungan sosial yang terjadi dalam lingkungan Bangsawan/Istana Kemelayuan. Kebudayaan Melayu Lokal/ Rakyat terbentuk dari hubungan sosial yang terjadi dalam lingkungan rakyat diluar wilayah istana. Bentuk-bentuk dari Kebudayan Melayu Bangsawan dan Kebudayan Melayu Lokal/ Rakyat itu diwujudkan dalam hubungan sosiologis masyarakat dalam kesatuan. Pola dari kedua bentuk Kebudayaan Melayu tersebut menciptakan bentukan ciri pada masyarakat pendukungnya masing-masing.
Garis besarnya adalah Kebudayaan Melayu ada dalam ritus kehidupan masyarakatnya (lahir-hidup-kematian), ritual keagamaan dan adat termasuk didalamnya tradisi nikah-kawin, dimana dalam pandangan orang melayu hal ini terjadi tentu saja dari sentuhan pandang-memandang, dari pandangan tersebut terus sampai ke hati (sanubari) yang dalam psikologi sendiri dikenal dengan sebutan cinta, termasuk criteria apa saja yang harus dipenuhi bagi masyarakat melayu daratan yang akan menimbulkan rasa ketertarikan pada saat memilih pasangan hidupnya.
Tradisi nikah-kawin ini akan coba dibahas pada studi ini, yakni bagaimana hubungan ketertarikan interpersonal dan cinta pada masyarakat melayu daratan Riau menurut pandangan psikologi lintas budaya? Bagaimana kebudayaan melayu daratan memandang hal tersebut? Serta apa saja proses-prosesnya akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.


BAB II
KAJIAN TEORITS
A.    Psikologi Sosial
1.      Ketertarikan Interpersonal dan Cinta
Ketertarikan interpersonal mengacu pada perasaan-perasaan positif terhadap orang lain dan merupakan salah satu dimensi penting psikologi sosial. Ahli-ahli psikologi menggunakan istilah ini secara longgar untuk mencakup berbagai pengalaman, termasuk rasa menyukai, pertemanan, kekaguman, ketertarikan seksual, dan cinta.
Para psikolog meneliti perasaan cinta membedakan passionate love (cinta roamantik), yang dicirikan oleh adanya emosi keintiman yang kuat dan ketertarikan seksual yang tinggi, dengan companionate love (cinta persahabatan), yang dicirikan oleh adanya afeksi, rasa percaya, dan persaan tentram kala bersama orang yang dicintai (Hatfield dan Rapson, 1996). Passionate love merupakan situasi saat seseorang mengalami hasrat yang sangat kuat dan tidak bisa dijelaskan logika, “jatuh cinta pada pandangan pertama”, serta merupakan tahap awal dari hubungan cinta. Passionate love dapat menghilang, atau berevolusi menjadi companionate love.

2.      Teori kedekatan rasa cinta
Triangular Theory of Love adalah sebuah teori yang membahas makna, aspek dan jenis-jenis cinta. Teori ini dikemukakan oleh Sternberg dalam jurnal Psychological Review yang berjudul “A triangular theory of love” pada tahun 1986. Cinta, menurut Teori Segitiga Sternberg, terdiri dari tiga aspek: keintiman, gairah, dan komitmen. Cinta yang sempurna adalah cinta yang memenuhi dari ketiga aspek tersebut. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing aspek.
a.    Gairah (passion) cenderung terjadi pada awal hubungan, relatif cepat dan kemudian beralih pada tingkat yang stabil sebagai hasil pembiasaan.
b.     Keintiman (intimacy) relatif lebih lambat dan kemudian secara bertahap bermanifestasi sebagai meningkatkan ikatan interpersonal. Perubahan keadaan dapat mengaktifkan keintiman, yang dapat menyebabkan intimacy menurun atau justru semakin naik.
c.    Komitmen (commitment) meningkat relatif lambat pada awalnya, kemudian berjalan cepat, dan secara bertahap akan menetap. Ketika hubungan gagal, tingkat komitmen biasanya menurun secara bertahap dan hilang.
Menurut Philip Shaver, dkk (1993), para individu dewasa, sebagaimana bayi, dapat mengalami perasaan aman, cemas atau menghindar dari keterikatan mereka.
Ada tiga gaya ikatan yang diadaptasi dari Hazan dan Shaver (1994), yakni:
a.    Gaya mencari aman (secure style), Pasangan hidup yang memiliki kelekatan yang aman, akan memiliki perasaan aman: mereka jarang menunjukkan perilaku cemburu atau khawatir bahwa mereka akan diabaikan oleh pasangannya. Seperti: saya merasa mudah membangun hubungan akrab dengan orang lain dan saya merasa nyaman bergantung pada saya. saya tidak merasa khawatir apabila diabaikan oleh orang lain, atau saat seseorang menjadi terlalu dekat dengan saya.
b.   Gaya menghindar (avoidant style), mereka yang cenderung menghindar akan sulit mempercayai oran lain dan cenderung menghindar dari ketertarikan hubungan intim. Seperti: saya tidak merasa terlalu nyaman untuk membangun hubungan dekat dengan seseorang; saya mengalami kesulitan mempercayai orang lain sepenuhnya dan sulit mengizinkan diri saya bergantung pada mereka.
c.    Gaya pencemas (anxious style), mereka yang merasa cemas akan selalu berubah-ubah dalam menyikapi hubungan berpasangannya, mereka ingin menjalin kedekatan, namun merasa khawatir akan ditinggalkan oleh pasangan mereka. Orang lain akan mendiskripsikan merak sebagai orang-orang yang clingy (menempel seperti benalu), yang menjelaskan alasan mereka lebih sering merasa mendertia saat cinta mereka tak terbalas, dibandingkan mereka yang memiliki rasa aman dalam hubungan berpasangannya. Seperti: saya menemukan bahwa orang lain tidak ingin didekati seperti yang saya inginkan. saya sering kali merasa khawatir bahawa pasangan saya tidak mencintai saya dengan sungguh-sungguh dan tidak akan terus bersama saya.
Beberapa penelitian tentang ketertarikan interpersonal dan cinta di Amerika telah menghasilkan beberapa temuan menarik, terutama tentang faktor-faktor kunci yang berperan dalam ketertarikan. Sayangnya dalam literature belum banyak penelitian lintas-budaya tentang topik ini. Namun demikian, temuan-temuan dari beberapa gelintir penelitian yang telah terpublikasi memunculkan petunjuk-petunjuk penting tentang perbedaan cultural dalam ketertarikan dan cinta.

3.      Pengertian Melayu
Istilah melayu rupanya cukup banyak ragamnya. Seorang cedikiawan Melayu bernama Burhanuddin Elhulaimy – yang juga pernah menjadi Ketua Umum Partai Islam Tanah Melayu – dalam bukunya Asas Falsafah Kebangsaan Melayu, yang terbit pertama kali pada tahun 1950, mencatat beberapa istilah kata tersebut. Ada pendapat yang mengatakan kata melayu berasal dari kata mala (yang berarti mula) dan yu (yang berarti negeri) seperti dinisbahkan kepada kata Ganggayu yang berarti negeri Gangga. Kemudian kata melayu dalam bahasa Tamil berarti tanah tinggi atau bukit, di sampaing kata malay yang berarti hujan, ini bersesuaian dengan negeri-negeri orang Melayu pada awalnya terletak pada perbukitan, seperti tersebut dalam sejarah melayu, Bukit Siguntang Mahameru.
Istilah melayu baru dikenal sekitar tahun 644 masehi, melalui tulisan Cina yang menyebutnya dengan kata Mo-lo-yeu. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa Mo-lo-yeu mengirimkan utusan ke Cina, membawa barang hasil bumi untuk dipersembahkan kepada kaisar Cina. Jadi, melayu menjadi nama sebuah kerajaan pada masa itu, dan banyak ahli menduga kerjaan itu berada di Jambi sekarang (Hamidy, 1996:12).
Pemahaman tentang orang Melayu – khususnya di Riau – tidak hanya bisa dilihat dari sudut antropologi fisik saja atau Melayu sebagai konsep etnisitas. Namun, pemahaman yang berkembang dan dipandang mampu menjelaskan identitas orang Melayu adalah dari sudut kebudayaan (cultural). Dengan kata lain, melayu bukan hanya merupakan konsep etnisitas, tetapi juga merupakan konsep budaya (cultural). Dari sudut ini, Melayu Riau mendefenisikan kemelayuannya dengan beragama islam, berbudaya melayu, dan berbahasa melayu. Ketiga ciri inilah yang memisahkan apakah seseorang dikatakan Melayu atau non-Melayu. Setiap orang – tanpa memperhatikan asal sukunya bisa mejadi melayu asal saja memenuhi criteria tersebut (Hasbullah, 2009:6-7).

4.      Pengertian Orang Melayu
Pengertian orang melayu dapat dibedakan atas beberapa kategori ketentuan. Pertama, dapat dibedakan antara Melayu tua (proto Melayu) dengan Melayu muda (detro Melayu).     Disebut Melayu Tua (proto Melayu) karena inilah gelombang perantau Melayu pertama yang datang ke ke kepulauan Melayu ini. Leluhur Melayu tua ini diperkirakan tiba oleh para ahli arkeologi dan sejarah sekitar tahun 3000-2500 sebelum Masehi. Adapun yang tergolong ke dalam keturunan Melayu tua (proto Melayu) itu antara lain orang Talang Mamak, orang Sakai, dan Suku Laut.
Di bawah ini penjelasan tentang Melayu tua:
a.    Keturunan Melayu Tua terkesan amat tradisional, karena mereka amat teguh sekali memegang adat dan tradisinya. 
b.    Kepala adat-istiadat seperti Patih, Batin, dan Datuk Kaya, yang amat besar sekali peranannya dalam mengatur lalu lintas kehidupan.
c.    Alam pikir yang masih sederhana dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh faktor alam, telah menyebabkan munculnya tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawang, dan kemantan. Para tokoh ini diharapkan dapat membuat hubungan yang harmonis antara manusi dengan alam. Mereka percaya, laut, tanjung, tanah, pohon, ikan, burung, dan binatang liar, dihuni atau dikawal oleh makhluk halus, yang kemampuannya melebihi kemampuan manusia.
Adapun pembagian makhlus sebagai berikut:
1)      Jembalang adalah makhluk halus yang menunggu tanah.
2)      Sikodi adalah makhluk halus yang mengawal binatang dan burung.
3)      Mambang adalah makhluk halus yang menghuni hutan belantara.
4)      Peri adalah makhluk halus yang menampakkan dirinya sebagai perempuan cantik.
d.   Perkampungan puak Melayu tua pada masa lalu jauh terpencil dari perkampungan Melayu muda. Ini mungkin berlaku, karena mereka ingin menjadi kelestarian adat dan resam (tradisi) mereka. Inilah sebabnya mereka juga pernah disebut suku masyarakat terasing, sebab mereka masing terasing (terpisah) dari masyarakat kebanyakan, baik dalam hal permukiman (tempat tinggal) maupun dalam budaya atau sektor kehidupan lainnya. Keadaan ini menyebabkan mereka amat ketinggalan dalam bidang pendidikan, sehingga kemajuan kehidupan mereka lambat sekali.
Selanjutnya yaitu Melayu muda (Deutro Melayu), di bawah ini penjelasan tentang Melayu muda:
a.       Gelombang kedatangan nenek moyang mereka diperkirakan tiba antara 300-250 tahun sebelum masehi.
b.      Lebih suka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi perantau dan daerah aliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintas perdagangan.
c.        Bersifat lebih terbuka, sehingga mudah terjadi nikah-kawin dengan puak atau suku lain, yang membuka pula kepada penyerapan nilai-nilai budaya dari lua . Sebab itu sistem sosial dan sistem nilainya punya potensi menghadapi perubahan ruang dan waktu, serta selera zaman.
d.       Pada mulanya, baik Melayu tua maupun Melayu muda sama-sama memegang kepercayaan nenek moyang yang disebut Animisme (semua benda punya roh) dan dinamisme (semua benda yang mempunyai semangat). Kepercayaan ini kemudian semakin kental oleh kehadiran ajaran Hindu-budha. Sebab antara kedua kepercayaan ini hampir  tidak ada beda mendasar.
Keduanya sama-sama berakar pada alam pikiran leluhur, yang kemudian mereka beri muatan mitos, sehingga bermuatan spiritual.
Adapun mengenai Melayu muda , paling kurang ada 6 macam:
1.      Puak Melayu Riau-Lingga, mendiami bekas kerajaan Riau-Lingga , yakni sebagian besar yakni sebigian besar daerah kepulauan Riau, yang sekarang terdiri dari Kabupaten Kepulauan Riau, Karimun, dan Natuna. Mereka sebagian telah nikah-kawin dengan perantau Bugis dalam abad ke 18.
2.      Puak Melayu Siak, mendiami bekas Kerajaan Siak, yang sebagian besar merupakan daerah aliran sungai siak. Mereka sebagian nikah-kawin dengan keturunan arab, sehingga sebagian dari Sultan Siak, keturunan Arab.
3.      Puak Melayu Kampar, mendiami daerah aliran Batang Kampar. Mereka ada yang nikah-kawin dengan perantau Minang kabau, dan ada pula dengan orang Jawa yang menjadi romusha Jepang.
4.      Puak Melayu Inderagiri, mendiami daerah kerajaan inderagiri, yakni daerah aliran sungai inderagiri. Mereka ada yang nikah-kawin dengan perantau Banjar dan juga keturunan Arab.
5.      Puak Melayu Rantau Kuantan, mendiami daerah aliran Batang Kuantan yang telah masuk ke dalam Kabupaten Kuantan Singingi.
6.      Puak Melayu Petalangan, mendiami daerah belantara yang dilalui beberapa cabang (anak) sungai di daerah Pangkalan Kuras.    Sementara itu kehadiran Islam juga telah menampilkan cendekiawan yang disebut ulama. Di Riau, untuk ulama itu sering dipakai orang Siak, lebai, malin, tuan guru dan pakih. Dengan demikian Melayu muda ini dipandu oleh para raja (sultan), ulama, pemangku adat dan tokoh tradisi.
Semua orang terpadang ini sering pula disederhanakan dengan istilah orang patut. Disebut demikian karena mereka dipandang patut atau layak dalam bidang kahidupan yang dipimpinnya.


BAB III
METODE
  1. Subjek
Seperti yang dikatan di awal, bahwa subjek utama penelitan ini adalah masyarakat melayu daratan indra giri hulu Riau, yang terdiri dari beberapa tingkatan usia dari akan diambil dari beberapa kepala rumah tangga yang baru menikah atau bahkan sudah berpengalaman dari suku tersebut, atau bisa juga sepasang muda-mudi yang sudah siap untuk menikah. Sebanyak 2 orang subjek baik pria maupun wanita melayu daratan indra giri hulu, Riau.

  1. Materi Pengumpulan Data
Karena penelitian ini bersifat kualitatif maka metode pengumpulan datanya berupa wawancara, dan melaui literature seperti: media massa, jurnal penelitian, buku rujukan.

  1. Pedoman Wawancara
Wawancara yang dilakukan bersifat natulasitik, yakni dilakukan dengan percakapan langsung dengan maksud tertentu. Wawancara dilakukan dalam bentuk terstruktur dan tidak tersetruktur. Maksudnya dengan menggunakan pedoman daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian ditambah lagi dengan pertanyaan-pertanyaan baru yang tidak ada dalam daftar pertanyaan tetapi masih relefan dengan masalah penelitian. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan adalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana proses mereka saling mengenal satu sama lainnya
b.      Apa saja criteria mereka inginkan sehingga rasa ketertarikan itu muncul
c.       Arti cinta itu sendiri bagi mereka
d.      Bagaimana tradisi nikah-kawin dalam kebudayaan mereka
e.       Bagaimana cara mereka mengungkapkan perasaan mereka kepada seseorang

BAB IV
HASIL
Dari hasil wawancara yang didapat, serta sumber-sumber referensi baik melalui media massa maupun buku rujukan, secara umum bagaimana proses sebenarnya kebudayaan  masyarakat melayu Riau daratan ketika ditanya  mengenai ketertarikan interpersonal dan cinta, adalah sebagai berikut:
  1. Mereka menyebutnya dengan tradisi nikah-kawin, dimana tradisi ini terjadi karena adanya sentuhan pendang memandang. Dalam hal ini besar kemungkinan bermula dari sentuhan pandangan antar lelaki (anak bujang) dengan perempuan (anak gadis). Selain itu juga bisa terjadi dari pandangan ibu-bapa atau kaum kerabat yang berminat untuk mencari jodoh anaknya. Proses ini disebut dengan merisik, proses selanjutnya disebut dengan merasi, kemudian dilanjutkan dengan melamar, meminang, kemudian bertunangan, dan terakhir sampailah pada proses perkawinan.
  2. Perkenalan bujang dengan gadis juga berlangsung dengan cara lelaki itu mendatangi rumah perempuan tersebut. Mereka menyebutnya bertandang. Pertemuan ini lebih disukai malam hari, selepas waktu isya. Dalam pertemuan tersebut pihak perempuan biasanya ditemani oleh ibunya atau kaum kerabatnya yang perempuan. Adapun hal yang dibicarakan biasanya mengenai masalah kehidupan sehari-hari, serta adanya tersisip bahasa sindirian antara satu dengan yang lain. Hingga akhirnya sampai kepada suka sama suka, yang kemudian dapat diikuti dengan proses peminangan.
3.      Arti cinta itu sendiri bagi mereka adalah  (subjek NN) mengatakan bahwa “kalau saya mengartikannya lebih kepada rasa saling menyayangi dan member. Karena, apapun yang kita lakukan, kita butuh orang lain untuk melakukannya. Bisa dibilang kerjasama dan kekerabatan”. (subjek TD) mengatakan bahwa “cinta itu suatu rasa sayang terhadap seseorang, tanpa melihat statusnya, mampu menerima apa adanya.

4.      Ketertarikan interpersonal mereka akan terjadi ketika criteria-kriteria berikut hampir terpenuhi, misalnya: agama yang sama, baik dalam segi materi dan moril, pendidikan yang jelas, mapan dan bertanggungjawab, sesuku atau dengan suku lain yang hampir mirip pembawaannya dengan kebudayaan mereka (seperti suku jawa yang lembut pembawaannya), tahu etika dan tatakrama.

BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil studi yang telah didapat, ketertarikan interpersonal dan cinta dalam kebudayaan melayu daratan, lebih diutamakan kepada komitmen, tidak hanya sekadar adanya perasaan cinta pada umumnya, tetapi juga kepada maksud atau tujuan apa yang harus mereka buat ke depannya terhadap pasangan hidupnya nanti, tentunya tidak lepas dengan tradisi kebudayaan mereka, banyak sekali proses adat-istiadat yang harus mereka jalani ketika hendak mencari pasangan hidup mereka, karakteristik-karakteristik yang harus dipenuhi dan sesuai dengan kebiasaan mereka.
Melayu sangat kuat akan nilai-nilai keislamannya, terutama untuk menghindari adanya zina. Oleh karena itu, bila seorang anak bujang memberitahukan gadis pujaannya kepada ibu-bapanya atau ibu-bapa maupun kaum kerabat memandang ada seorang anak gadis yang patut menjadi jodoh anaknya, maka pihak keluarga lelaki mulailah melakukan semacam kegiatan yang bernama merisik yang biasanya dilakukan oleh pihak lelaki kepada pihak anak gadis, selanjutnya keturunan pihak perempuan disiasati pula, untuk mengetahui sifat-sifat buruk yang nanti bisa menjadi bala (celaka) bagi pasangan itu kemudian hari.
Setelah merisik, kegiatan selanjutnya adalah merasi, kegiatan ini sudah sangat jarang dilakukan dalam masyarakat Melayu. Tujuan merasi ini adalah untuk memastikan apakah pasangan yang hendak dijodohkan itu sebenarnya cocok atau tidak. Artinya merasi adalah kegiatan meramal atau menilik keserasian antara pasangan yang hendak dijodohkan. Melamar, maksud dari kegiatan melamar adalanya menanyakan persetujuan dari pihak calon pengantin perempuan sebelum dilangsungkannya acara meminang, artinya meskipun pihak calon laki-laki telah merisik dan meninjau latar belakang perempuan yang akan dinikahi, namun dalam tahap melamar jawaban yang akan diterima darinya masih belum bisa dipastikan. Setelah adanya keputusan dari kedua pihak, maka tahap selanjutnya adalah meminang, kemudian bertunangan (yang biasanya antara 3 sampai 6 bulan dan jarang yang lebih dari setahun, sebab takut terjadi sesuatu yang dapat menggagalkan nikah-kawin), dan tahap yang terakhir adalah tahap perkawinan.
Selesai acara perkawinan, resmilah mereka menjadi sepasang suami-istri, pasangan ini sering disebut dengan pengantin baru. Tapi ada juga yang menyebutnya dengan orang jolong, maksudnya orang baru sama baru berumahtangga. Mereka biasanya tinggal di rumah ibu-bapa pihak perempuan. Jika anak perempuan itu merupakan anak perempuan yang bungsu, maka rumah itu sering menjadi milikinya. Kalau tidak demikian, setelah mereka mampu mereka akan membuat rumah sendiri, mungkin dekat rumah ibu-bapanya atau sedikit terpisah dari tempat lain.
Dengan cara inilah budaya melayu melakukan tradisi nikah-kawin, atau proses perkenalan antara pria dan wanita (yang bukan muhrim) sama-sama memiliki perasaan,  yang disatukan dalam sebuah ikatan resmi yang halal tentunya, dan jauh dari perbuatan zina. Budaya melayu sangat menentang yang namanya zina, jika zina itu dilakukan oleh pasangan anak muda seperti bujang gadis, maka Batin akan memaksa mereka supaya kawin. Perbuatan zina juga bisa menyebabkan putusnya pertunangan bahkan juga perceraian suami-isteri. Ketika ada yang melakukan zina, akan diberi sanksi yang setimpal.
Pada suku talang mamak sendiri melakukan hukuman lukah buring kepada pasangan pezina itu. Mereka dimasukkan ke dalam lukah, lalu dibuang ke sungai. Kalau mereka bisa memutuskan jaringan lukah dengan bekal pisau seraut maka hiduplah mereka. Tapi kebanyakan dari mereka adalah mati keduanya. Dalam adat melayu menentukan lagi bahwa seorang lelaki yang meminta air kepada seorang perempuan yang tidak ada muhrim di rumahnya, lelaki itu hanya boleh menaiki rumah untuk mengambil air tersebut, sampai anak tangga yang ke tiga.


BAB VI
KESIMPULAN
Ketertarikan interpersonal mengacu pada perasaan-perasaan positif terhadap orang lain dan merupakan salah satu dimensi penting psikologi sosial. Ahli-ahli psikologi menggunakan istilah ini secara longgar untuk mencakup berbagai pengalaman, termasuk rasa menyukai, pertemanan, kekaguman, ketertarikan seksual, dan cinta.
Ketika dihubungkan dengan suatu kebudayaan hal ini menjadi menarik, karena disetiap budaya itu punya tradisi dan tatacaranya tersendiri dalam mengaplikasikan cinta dalam kehidupan mereka, serta ketertarikan interpersonal yang terjalin anatara pria dan wanita yang pastinya sangat berbeda. Salah satunya adalah budaya Melayu, melayu banyak dipengaruhi Agama Islam. Melayu juga diidentikan dengan Agama Islam. Yang disebut ‘orang melayu’ adalah orang yang memeluk agama Islam, berbahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu; tidak ada orang Melayu yang tidak beragam Islam. Kebudayaan Melayu adalah bagian dari nilai keindahan yang tertata apik dan tak lepas dari tuntunan nilai norma keislaman.
Nikah-Kawin terjadi tentu saja berawal dari sentuhan pendang memandang. Dalam hal ini besar kemungkinan bermula dari sentuhan pandangan antar lelaki (anak bujang) dengan perempuan (anak gadis). Tapi juga bisa terjadi dari pandangan ibu-bapa atau kaum kerabat yang berminat untuk mencari jodoh anaknya. Bila seorang anak bujang memberitahukan gadis pujaannya kepada ibu-bapanya atau ibu-bapa maupun kaum kerabat memandang ada seorang anak gadis yang patut menjadi jodoh anaknya, maka pihak keluarga lelaki mulailah melakukan semacam kegiatan yang bernama merisik.
Pada  masa ini kebanyakan perkahwinan dan pembentukan keluarga adalah atas dasar cinta romantis. Perkembangan sistem pendidikan moden dan proses perbandaran menyebabkan muda mudi Melayu bebas mencari jodoh sendiri. Campur tangan ibu bapa, agak minim, kalau ada pun dalam urusan peminangan dan perkahwinan sahaja yang dilakukan mengikut ketetapan adat. Oleh kerana bebas mencari jodoh sendiri, faktor‑faktor seperti ikatan kekeluargaan, latar belakang keluarga, kedudukan ekonomi dan taraf sosial keluarga, kawasan kediaman dan negeri, agama dan lain‑lain bukan lagi menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan jodoh.

DAFTAR PUSTAKA
Hamidy, UU, 2002. Riau Doloe-Kini dan Bayangan Masa Depan. Pekanbaru: UIR Press.
Wade, Carole,dkk, 2007. Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Matsumoto, David, 2000. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasbullah, 2009. Tamadun Melayu. Riau: Yayasan Pusaka Riau.

Atrof Ardians, Psikologi UIN Suska Riau
Share on :


Related post:


0 komentar:

Posting Komentar

Ingin berkomentar tapi gak punya blog? pilih "Anonymous" di 'kolom Beri Komentar Sebagai'. Komentar anda akan segera muncul.