Seorang ayah
sedang memasang bola lampu dibantu anaknya yang masih duduk di kelas 1 (satu)
sekolah dasar, Alif namanya.
“ Nak, tolong
ambilkan kabel itu ya…”. Ujar sang ayah sambil menunjuk kabel yang berada di
bawah meja.
Tak berapa lama
Alif membawa kabel yang dimaksud. Dengan cermat bocah kecil ini memperhatikan
apa yang dilakukan ayahnya. Karena rasa penasaran dan ingin tahunya yang besar,
akhirnya ia pun bertanya.
“ Kabel ini
untuk apa ‘yah? “. Dengan lembut dan polos Alif bertanya. Sorot matanya
menunjukkan kalau ia benar-benar ingin mengetahui secara detail yang dilakukan
ayahnya.
Ayah membelai
kepala Alif, kemudian menjawabnya.
“ Hmm…Nak,
Kabel ini yang menghubungkan antara Bola Lampu dengan sumber Listrik, supaya
lampunya nyala. Kalo nggak ada kabel, lampunya Gak nyala. Kalo lampunya gak
nyala rumah kita gelap. Terus kalo rumah kita gelap Alif mau nggak? “.
“ Nggak mau,
kalo gelap Alif ‘gak bisa jalan “. Jawab Alif seadanya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Dari cerita singkat diatas, apa yang bisa kita ambil?
Kita semua
sudah tahu, jika kita ingin menyalakan bola lampu tentu harus mempunyai minimal
2 (dua) elemen lain, yaitu Kabel dan listrik atau sumber energi. Andai ketiga
elemen tersebut kita bawa ke dalam diri kita, maka terciptalah simbol sebagai
berikut:
Bola Lampu =
kita (Manusia)
Kabel = Ibadah
(terutama Shalat)
Sumber Energi =
Allah SWT (Tuhan semesta alam)
Dari keterangan
diatas, sudah terlihat dengan jelas bahwa sebuah lampu, apapun merk dan
berapapun daya watt nya kalaulah tidak ada kabel sama sekali yang menghubungkan
ke sumber energi maka ia tidak akan menyala atau MATI. Dan secara otomatis bola
lampu yang mati tidak mempunyai fungsi. Sama seperti kita, sehebat apapun
prestasi dan kedudukan kita, secantik dan setampan apapun, ketika kehidupan
yang kita lalui tanpa kabel maka sesungguhnya kita telah MATI. Secara fisik
memang tidak ada yang mengalami perubahan ke arah mati layaknya mayat yang
terbujur, namun secara spiritualitas atau keimanan kita telah mati bagaikan
bola lampu yang tak lagi bersinar. Dan pada tulisan ini tentunya orientasi kita
adalah kehidupan akhirat.
Sebutan apa
yang pantas kita sandang jika keadaan seperti ini? Allah telah memandang kita
bagai bangkai yang berjalan di bumiNya dan anehnya lagi kita tidak pernah
merasakan bahwa kita adalah bangkai, bangkai yang busuk, bangkai yang
membanggakan diri dengan fasilitas yang sesungguhnya milik Allah.
Apakah layak
kita disebut seorang hamba, ketika Allah mewajibkan kita untuk menyembahNya
namun kita tidak melaksanakannya. SIBUK, itulah alasan kita. Padahal kita tahu,
apa yang kita sibukkan sama sekali tidak dapat menolong kita di alam kubur
nanti.
Dalam Al Qur’an
surat Adzuriyat: 56 Allah berfirman:
“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
MENGABDI kepada-Ku “.
Allah SWT
menciptakan kita agar kita mengabdi kepadaNya, bukan mengabdi kepada yang lain
(yang bersifat keduniawian), maka sudah sepatutnya peran kita di dunia adalah
menjadi abdi Allah. Alangkah indahnya jika kita hidupkan diri kita dengan
memasang kabel atau Habl (Arab-red) yang berarti hubungan, hubungan kita
sebagai makhluk terhadap Allah sebagai Khalik.
Semoga
berkenan,
salam
silaturahim
Coretan lama tahun 2011
0 komentar:
Posting Komentar
Ingin berkomentar tapi gak punya blog? pilih "Anonymous" di 'kolom Beri Komentar Sebagai'. Komentar anda akan segera muncul.